Pendakian Gunung Andong: Kecil-Kecil Cabe Rawit



Gunung Andong? Hmm mungkin agak sedikit asing untuk sebagian orang. Tapi untuk para pendaki, mungkin gunung ini sudah cukup dikenal karena treknya tidak panjang tapi panoramanya ruaarr biasa keren dah. Ngomong-ngomong Gunung Andong ini terletak di Kabupaten Magelang, dan merupakan gunung yang cocok sekali untuk pemula, ya walaupun tetep bikin cape, sih. Hehehe

Gunung ini bukan merupakan volcano, alias tidak ada kawahnya. Jadi tidak heran kalau setiap minggu, atau justru tiap hari gunung ini seakan tidak ada habis pengunjungnya, ramai memang, apalagi kalau bertepatan dengan hari-hari libur nasional maupun libur yang cukup panjang. Pernah suatu saat  kala itu saya dan rombongan menjadi satu-satunya rombongan di puncak gunung tersebut, lho! Sangat jarang sekali untuk saat ini menemukan moment semacam itu, walaupun kesempatan tersebut sudah beberapa tahun yang lalu, sih. Pernah juga berkesempatan bertemu semacam "pasar" di atas gunung waktu itu saking banyaknya. Oh ya, ngomong-ngomong ini kesempatan ketujuh saya mendaki Gunung Andong. Rasanya ga pernah bosan dengan alamnya, apalagi kalau pas dapet momen sepi di puncak, beuh keren banget deh!

Mas Dion,  dengan background yang ramai banget kan? (diambil ketika turun)
Ini sebenarnya rencana dadakan. Kala itu seorang teman zaman dulu kos di Jogja bernama Mas Dion lagi pengen naik gunung yang dekat-dekat, karena saya juga sedang free, akhirnya kami janjian buat naik gunung tersebut dengan meeting point di rumah saya. Rencana kami waktu itu adalah tek-tok, alias tanpa ngecamp di atas sana. Berangkat motoran berdua pukul 11 malam kalau tidak salah. Jalan menuju Basecamp Sawit Girirejo ini jika ditempuh dari Magelang ada dua jalur. Yang pertama lewat Kecamatan Grabag, yang kedua melewati Ngablak atau jalur menuju Kopeng. Karena jalur Kopeng ini dirasa lebih ramai, kami memutuskan untuk lewat jalur Kopeng untuk menuju Basecamp, walaupun tetap saja ngeri sih.

Singkat cerita kami sampai di Basecamp Sawit, sampai saat tengah malam. Seperti dugaan saya, parkiran dipenuhi banyak sekali motor para pendaki. Tampaknya kali ini bakal ketemu pasar lagi, nih.

Simaksi sudah diurus, peralatan sudah repacking, kami istirahat duluuu. Karena masih sangat awal jika mendaki tengah malam. Rencana saya sih mulai trekking pukul 2 supaya sampai puncak kami ga gabut karena ga bawa tenda. Kami saat itu hanya memakai daypack saja, karena untuk sampai puncak hanya memakan waktu 1-1,5 jam saja.

Waktu sudah menunjukkan pukul 2, karena sudah tidak sabar juga kami akhirnya langsung mulai berjalan saja. Tidak ada rombongan lain pada waktu itu yang berangkat bareng. Ditandai dengan gerbang pendakian Gunung Andong, jalur akhirnya berubah dari perkebunan menjadi hutan rimbun. Trek berupa anak tangga dari tanah yang memang sudah dirawat sekali oleh warga, sehingga memudahkan para pendaki untuk berpijak. Sampai pada persimpangan yang belum pernah saya lihat sebelumnya. "Eh, apaan ini?" pikir saya. Ternyataaa usut punya usut ada jalur baru di jalur pendakian ini karena sempat ada longsor di jalur lama beberapa waktu yang lalu.

Trek sangat landai pada awalnya, namun saya curiga kalau terlalu banyak landai pada awal trek pasti nanti kita dihadapkan pada sejumlah tanjakan yang asoy nih pasti, kecuali trek kali ini dibikin memutari gunung. Tapi, saya pikir sepertinya tidak, mana mau orang-orang membuka jalur seperti itu mengingat tenaga dan waktu yang dibutuhkan pasti sangat banyak. Benar saja kami mulai menemui tanjakan terjal, namun karena saya cukup menikmati perjalanan sampai tak terasa sudah melewati beberapa pos. Saya merasa bahwa trek ini seperti lebih panjang daripada trek yang lama, walaupun tak terlalu berbeda jauh.

Kami sampai pada sebuah titik pertemuan antara jalur lama dan baru bernama Watu Wayang, sekaligus pertanda kalau kami sudah mendekati puncak. Jalur sudah sedikit lebih luas jika saya amati, bisa mempermudah jalan para pendaki supaya tidak salah ambil jalan. Jalan mulai landaim daaan sebentar lagi kami sampai. Terlihat bangunan makam di bawah puncak Andong. Ya, kalian tidak salah. Ada sebuah makam di atas Gunung Andong. Saya kurang paham makam milik siapa, namun sepertinya beliau dahulunya orang yang cukup dipandang di daerah sekitar.

Setelah melewati tikungan dekat makam, kami  naik sedikit daaannn, kami sampai di puncak Gunung Andong yeaay! Tidak banyak berubah memang, hanya suasananya yang hari demi hari makin ramai saja, banyak sekali tenda di sini. Saya dan Mas Dion pun memutuskan beristirahat sejenak dan menunggu waktu solat subuh.

Jika dihitung, perjalanan kami memakan waktu 1.5 jam, sedikit lebih lama memang. Tapi, pemandangan dari puncak selalu membuat saya takjub walaupun gunung ini tidak tinggi-tinggi amat.



Matahari tampak malu-malu menampakkan wujudnya; para pendaki mengarahkan lensanya ke arah Gunung Merbabu yang tampak gagah berdiri di seberang sana. Ini keren banget, sih. Tidak apa-apa semakin ramai, tapi semoga dengan ramainya Gunung Andong tidak mengurangi kesadaran para pendaki untuk selalu menjaga alam ini dengan baik; membawa turun sampah yang mereka hasilkan, sehingga keindahan Gunung Andong tidak memudar.








Berkali-kali saya mengunjungi; berkali-kali pula saya dibuat takjub. Percayalah, di setiap perjalanan yang kau lakukan akan menghasilkan cerita dan kesan yang berbeda, walau di tempat yang sama sekalipun. Yang mesti kau lakukan adalah bersyukur. Salam Lestari!

Salam Hangat.
Angga Tannaya


Follow me on Instagram: @wi.sepi


0 Response to "Pendakian Gunung Andong: Kecil-Kecil Cabe Rawit"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel