Perjalanan Menuju Indonesia Bagian Tengah (Mount Rinjani Series)




            Akhirnya, setelah sekian lama saya vakum menulis catatan perjalanan, inilah saatnya saya memulai kembali menulis semua perihal perjalanan hebat saya di tahun 2017. Tidak terasa ya hampir 4 tahun saya vakum. Mata kuliah yang rata-rata kegiatan praktik memaksa saya untuk sejenak rehat menulis. Oke langsung saja ya, cekidot!!

Rinjani, ya gunung ini adalah cita-cita selanjutnya setelah saya turun dari Gunung Semeru pada tahun 2015 yang lalu. Suasana Ranu Kumbolo yang romantis pada waktu itu memaksa saya untuk berimajinasi tentang Rinjani, yang saya pun tidak tahu kapan akan saya kunjungi. Entah mengapa nama Rinjani begitu menggema di telinga saya dan rasa takjub akan keindahannya seakan tak pernah berhenti membuat rasa “jelajah” saya usai. Walaupun hanya dari foto di media sosial saja, yang notabene hanya mewakili secuil keindahannya saja. 

   
         Pantas saja lah, gunung api tertinggi kedua di Indonesia ini memang memiliki banyak keeksotisan, mulai dari savana Sembalun yang hijau dan puuanas, danau Segara Anak yang indah banget namun sayang… sayangnya kenapa? Nanti saya jelaskan di tengah cerita, sabar ahahaha… lanjut.. Kaldera Rinjani yang ruaarrr biasa menakjubkan, sampai Tujuh Bukit Penyesalan yang memang benar-benar membuat saya pribadi menyesal sesaat wkwk.. Semuanya akan coba saya bahas berdasarkan pengalaman pribadi saya.

            Butuh waktu yang tidak sebentar untuk saya merealisasikan rencana ini. Mulai waktu yang berbenturan dengan Ujian Akhir, sampai menentukan bulan yang kira-kira sangat minim hujan atau bahkan kemarau, kalau ternyata sampai sana cuaca sedang tidak mendukung kan gaswat juga. Satu lagi yang menurut saya cukup sulit ditentukan adalah teman pendakian. Ya, yang satu ini cukup sulit karena kita harus menemukan kawan yang dirasa cocok dengan kita pribadi, mulai dari sifat, ritme pendakian dan lainnya. Karena saya mempunyai pengalaman buruk perihal itu. Jadi begini, waktu itu di Merapi saya mendaki bersama 4 orang kawan, dan pulang dengan hanya berdua saja… Kenapa? Ya seperti itu lah, panjaaang coy ceritanya. Kenapa saya jadi bahas Merapi ya haha.. Skip…

           Jadi seperti itu, teman mendaki itu sangat perlu diperhitungkan, supaya jika ada kemungkinan buruk sekecil apapun paling tidak kamu tidak ditinggal turun oleh temanmu itu. Hal lain yang perlu dipersiapkan adalah fisik (jelas) karena treknya memang berat dan panjang. Seperti yang saya sebutkan diatas tadi, Tujuh Bukit Penyesalan yang membuat saya benar-benar menyesal dapat dijadikan sedikit indikator mengapa saya menyesal. Haha. Selanjutnya yang pasti harus dipersiapkan adalah uang. Inilah salah satu alasan mengapa rencana mendaki Rinjani baru terlaksana setelah 2 tahun. Menyisakan uang saku sedikit demi sedikit itu tidaklah mudah, wahai kawan-kawanku. Karena sesuatu yang kita dapat dari jerih payah sendiri itu jauh lebih memuaskan, benar?

           Akhirnya, setelah beberapa kali koar-koar di Instagram, komunitas, saya menemukan satu teman yang klop. Namanya Habin, bagi yang pernah membaca postingan saya tentang Semeru mungkin terdengar cukup familier. Pendaki keren yang gak doyan makan nasi itu lho. Ingat? Dia adalah teman saya sejak SD dan sering mendaki bareng beberapa kali. Nah, salah satu kesulitan lagi adalah menentukan tanggal fix, karena si Habin ini posisinya sedang menunggu bimbingan dengan dosennya, yang membuatnya susah adalah dosennya tidak memberi kepastian perihal tanggal. Hal itu berimbas pada jadwal kami berangkat. Rencana kami adalah awal bulan Agustus 2017. Padahal 2 mingguan lagi Habin sudah masuk kuliah. Waktu itu pun saya sedang gencar untuk latihan paduan suara universitas, yang akan mengikuti perlombaan di bulan yang sama dengan jadwal rencana berangkat. Wah, gawat! Setelah menunggu beberapa hari akhirnya Habin selesai bimbingan, dan lusanya kami sepakat untuk memesan tiket kereta. Bagaimana latihan saya? Bodo amat hahaha.. Jangan ditiru ya kawan-kawan, saya sudah izin sejak satu tahun yang lalu kok jadi aman hehehe..


            Hari 1 Perjalanan
            Kami berangkat berdua dari Magelang, kota kelahiran saya. Diantar menggunakan mobil angkot milik omnya Habin sampai Stasiun Lempuyangan Yogyakarta, asik kan? Salah satu yang diingat soal Rinjani nih, padahal baru saja berangkat wkwk. Oh iya, rencananya kami akan berangkat menuju Pulau Lombok menggunakan transportasi Darat dan Laut mengingat dana kami yang low banget (kami memang Traveler Minim Dana, jadi maklumi saja kawan) dan katanya perjalanan darat banyak ceritanya, siyapp mari kita buktikan.

            Sampai di Lempuyangan sekitar pukul 06.30, kami kemudian langsung check-in supaya tidak tergesa-gesa. Tujuan kami adalah Stasiun Banyuwangi Baru dengan harga tiket IDR 94.000, sangat murah dong jika dibandingkan kereta-kereta lainnya, dan hanya ada satu kereta itu dari Lempuyangan. Sembari menunggu kereta berangkat, kami meletakkan barang di dalam kereta. Saya duduk; Habin terlihat sedang nikmat menhisap rokoknya di luar gerbong.

            Pukul 07.00 kereta mulai berjalan. Jangan membayangkan perjalanan seperti Magelang-Jogja ya, karena terhitung 14 jam waktu tempuh yang diperlukan kereta untuk melaju menuju Stasiun Banyuwangi Baru. Bosan? Pasti, tapi mau bagaimana lagi. Sebenarnya ada satu alternatif jika ingin pergi menuju Lombok, yaitu menggunakan kapal dari Tanjung Perak-Surabaya hingga pelabuhan Lembar-Lombok. Dananya pun bisa sedikit ditekan, namun saya bukanlah orang yang kuat berlama-lama di kapal dengan ombak yang besar. Jadi, yasudah 14 jam saya rasa tidak masalah.

            Sampai di Banyuwangi pukul 21.00, kemudian kami mencari warung makan yang ada di sekitar stasiun untuk sekadar mengisi perut yang telah lama kami biarkan. Selesai makan, kami menuju Pelabuhan Ketapang. FYI, lokasi stasiun ini sangat berdekatan dengan pelabuhan, hanya berjarak sekitar 10 menit berjalan kaki. Tiket menuju Bali pun cukup bersahabat yaitu hanya IDR 7.500 per orang tanpa kendaraan. Seperti biasa, perjalanan menuju Gilimanuk hanya memakan waktu sekitar 45-60 menit, namun terasa seperti 2 jam karena terdapat perbedaan waktu 1 jam ketika sampai Bali. Siap siap setel jam ya kalau jam tangannya ga otomatis berubah haha.


            Setelah sampai kami segera mencari bus dengan tujuan Padang Bai, kebetulan dekat dengan pelabuhan ada semacam terminal kecil. Sebelum masuk ke Pulau Bali pastikan membawa kartu identitas yaa, karena keamanan di sana cukup ketat, dan pastikan masih berlaku. Karena kebetulan ada beberapa pemuda yang KTPnya belum jadi E-KTP dan mereka diinterogasi. Tiket menuju Padang Bai dengan bus ukuran sedang sekitar 65rb, dengan transit sebentar di Terminal Ubung Denpasar.
            Karena saking lelahnya, saya tertidur cukup pulas di dalam bus. Yang saya ingat waktu itu hanyalah, ketika saya terbangun karena sebuah keramaian. Secara otomatis saya langsung melihat ke luar jendela dan tenyata saya sudah sampai di Terminal Ubung. Wow, tidak terasa yaaa!! Ya iyalah, orang tidur, gimana sih. Saya kemudian melanjutkan tidur saya dan berharap saya terbangun ketika sampai di Pelabuhan Lembar.

            Hari 2 perjalanan

            Matahari mulai menujukkan kehangatannya, kala itu saya masih sibuk menjelajahi arus di ruang mimpi yang mana harus terputus koneksinya karena sesuatu. Mungkin ada sebuah isyarat dari otak yang mana seakan memberi tahu saya jika bus sudah sampai di tujuan yang saya inginkan. Benar saja, di tengah temaram cahaya matahari pagi yang masih malu-malu, saya melihat truk-truk yang berbaris teramat panjang. Ternyata saya sudah sampai! Wahh akhirnyaaa sampai ujung barat Pulau Bali, tidak menyangka ternyata perjalanan masih panjang, astagaa!!

            Setelah bus berhenti, kami bergegas turun dan bersiap untuk menyeberang. Lantas kami segera mengurus tiket. Oh ya, harga tiketnya adalah 68rb/orang, sedikit lebih mahal ya jika dibandingkan dengan tiket dari Jawa ke Bali, hal ini disebabkan lamanya perjalanan untuk menyeberang yang memakan waktu 5-6 jam perjalanan laut. Waduh, bakal gabut nih saya pasti.

            Tiket sudah di tangan, kapal pun mulai mengangkat jangkarnya pertanda kami akan segera berangkat. Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan yang teramat cantik! Gunung Agung di kejauhan tampak megah, sedang memamerkan kegagahannya. Pulau Bali dari kejauhan tampak sangat menawan dengan adanya kabut tipis yang menyelimutinya. Di tengah laut pun kami disambut segerombolan ikan lumba-lumba yang tampak senang sekali menari di atas silaunya air yang memantulkan cahaya matahari. Wow, keren banget!


            Terlihat kapal mulai mendekati daratan, pertanda Pulau Lombok sebentar lagi kami pijaki. Perasaan hangat selalu menyertai saya, baru saja menyeberang sudah disambut dengan hal-hal yang teramat indah. Sungguh, inilah konspirasi alam semesta. Saya jadi tidak sabar ingin segera menginjakkan kaki di Rinjani.

            Kami pun sampai di Pelabuhan Lembar, “akhirnya mendarat di Lombok juga!” ucap saya dalam hati. Rinjani memang menyebalkan, sungguh gatal ini kaki ingin segera bercumbu dengan savana dan pasir di badanmu. Tunggu kami, ya!

Bersambung….. 

Lihat cerita Mount Rinjani Series klik di sini

NB:
Budget Itinerary yang saya keluarkan adalah: Kereta Lempuyangan-Banyuwangi Baru 94rb
Ketapang-Gilimanuk: 7.5rb
Gilimanuk-Padang Bai: 65rb
Padang Bai-Lembar: 68rb

Jadi, total biaya untuk bisa menuju Pulau Lombok melalui jalur darat adalah IDR 234.000
Harga tiket bisa sewaktu-waktu berubah ya. Pengeluaran tersebut berdasar pengalaman pribadi saya untuk sampai di Pelabuhan Lembar Lombok, ya, bukan sekaligus muter-muter kota dan Rinjani. Dan tentunya akan ada biaya tambahan lagi jika kalian ingin pergi ke suatu tempat.
Cheers.


Follow me on Instagram: @wi.sepi

0 Response to "Perjalanan Menuju Indonesia Bagian Tengah (Mount Rinjani Series)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel