Berburu Sunrise Berkabut dari Atas Candi Borobudur
Sunday, April 21, 2019
Add Comment
Siapa
sih yang tidak kenal dengan Candi Buddha terbesar di dunia bernama Borobudur?
Saya yakin tidak ada yang tak mengenalinya, walaupun mungkin belum pernah
berkunjung, namun saya rasa ketika duduk di bangku sekolah, nama Borobudur
selalu terselip di antara pelajaran-pelajaran yang menyebalkan
menyenangkan. Ditambah lagi Borobudur merupakan salah satu keajaiban dunia.
Bule saja banyak sekali yang menyempatkan diri untuk berkunjung, masa warga
Indonesia sendiri tidak? Hehehe
Borobudur
terletak di Kota Magelang, Jawa Tengah. Untuk kalian yang berpikir bahwa Borobudur
itu ada di Yogyakarta, kalian salah besar. Bahkan, lokasinya saja berjauhan
dengan Yogyakarta. Persepsi semacam ini saya rasa timbul karena beberapa trip
yang berasal dari Yogyakarta, dan sekaligus mengenalkan destinasi andalan kota
tersebut, namunnn sekalian mampir ke Borobudur yang mana memang berada di kota
sebelah. Jadi, secara tidak langsung Borobudur masuk dalam “paket” perjalanan
yang biasa diselenggarakan oleh beberapa pihak. Tapi, ya sudah, daripada
mempermasalahkan persepsi itu, lebih baik kita mengapresiasi saja salah satu
mahakarya terbaik yang ada di dunia ini. Betul?
Waktu terbaik berkunjung ke
Borobudur
Bagi
yang mengikuti blog ini, mungkin beberapa dari kalian tahu bahwa saya berasal
dari kota kecil nan sejuk bernama Magelang. Jika dipaksa untuk menginat-ingat,
saya sudah cukup sering berkunjung ke Borobudur, entah itu karena jalan-jalan
maupun karena tugas kuliah. Saya pun pernah berkunjung sewaktu pagi, siang
maupun sore, tapi entah mengapa saya tak pernah menemukan waktu yang pas untuk
mengunjungi Borobudur. Jika pagi pengunjung terlalu ramai; siang terlalu panas;
sore hari rawan hujan. Hingga akhirnya saya menemukan jawabannya, yaitu sewaktu
pagi buta. Ya, memang pagi buta, pada waktu itu Borobudur tampak cantik menawan
berselimut kabut tipis dan diterangi semburat kekuningan dari ufuk timur.
Namun, usut punya usut, jika ingin menikmati sunrise dari puncaknya kita
diwajibkan mengikuti semacam open trip yang mana memang diselenggarakan oleh
pihak Hotel Manohara, ngomong-ngomong Hotel Manohara ini merupakan satu kawasan
dengan Taman Wisata Candi Borobudur, atau gampangnya satu komplek. Dan yang
pasti, biayanya mahaallll. Untuk saya mahasiswa pas-pasan yang lebih
mengedepankan mode backpacker, tentu saja sayang mengeluarkan uang sebanyak
itu.
Nah,
sampai suatu ketika saya mendapatkan sebuah informasi berharga dari teman saya
bahwa kita bisa menikmati Borobudur yang berselimut kabut dan tentunya sepi
dengan cara masuk ketika loket pertama kali dibuka yaitu pukul 6 pagi. Pada jam
tersebut biasanya memang kabut sedang senang sekali menari-nari, dan matahari
masih terasa lembut, masih ada vibes
matahari terbitnya, yaaa walaupun sudah cukup tinggi, sih. Tapi, tidak apa-apa
bagi saya mah, yang penting ngirit euyyy. Hahaha
Singkat
cerita, saya dan Agatha berangkat menuju Borobudur selepas subuh, sekitar pukul
5 pagi. Jika dianalisis, seharusnya kami sampai ke tujuan sebelum pukul 6 pagi
karena jarak dari lokasi saya menuju Borobudur bisa dibilang tidak terlalu
jauh. Benar saja, kami sampai sesuai prakiran saya sebelumnya. Tapi eh tapi,
kok cukup ramai ya, perasaan ini weekday, deh. Ternyata, hari ini merupakan
tanggal merah. Waduuhhh sudah terlanjur berekspektasi tinggi nih saya kalau
tempat ini bakal sepi. Tapi ya sudah, mau bagaimana lagi.
Tiket masuk TWC Borobudur
Dulu
terakhir kali saya berkunjung, tiket masuk menuju kawasan candi masih berkisar
IDR 30.000,- namun ternyata harga tiketnya sekarang sudah naik setinggi
Borobudur. Saya mengeluarkan uang sebesar IDR 80.000,- untuk 2 orang. Oh
ya, kalau kalian mahasiswa dan ingin ngirit, cobalah kunjungi Borobudur secara rombongan
dan tunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa/Pelajar, dengan begitu tiket bisa dipotong
sebesar 50%, lumayan kaannn. Hal tersebut berdasar pengalaman saya pribadi
ketika menjalankan tugas kuliah bersama teman-teman saya. Tapi, saya bukanlah
tipe orang yang senang berlibur secara rombongan besar seperti itu, kalau bukan
karena kuliah mungkin saya lebih memilih untuk pergi dengan beberapa orang
saja. Jadi, pastikan dulu tujuan kalian berkunjung itu untuk apa, menikmati suasana
atau sekadar berlibur saja. Jangan sampai niat menenangkan dirimu malah kacau
akibat banyaknya teman kalian ketika sampai di lokasi, kan repot.
Suasana Borobudur di kala pagi
Sampai
di atas candi, saya benar-benar takjub dengan pemandangannya. Gila, ini yang
saya cari sejak lama! Mengunjungi Borobudur di waktu dan dengan orang yang
tepat. Keren banget memang salah satu keajaiban dunia ini. Pegunungan Menoreh
tampak diselimuti kabut dan sinar matahari yang tampak sangat eksotis, tidak
ada mendung sama sekali. Namun sayang sekali, waktu itu pengunjungnya cukup
banyak, jadi memang harus ekstra untuk mencari spot foto yang tepat. Saya sama
sekali tidak memperhitungkan kalau ternyata hari itu merupakan hari libur
nasional.
Usai
berfoto-foto kami berdua turun menuju dasar candi. Waktu itu ternyata hari
sudah cukup siang dan pengunjung tampak lebih banyak sekaliiii. Karena saya
keburu malas dengan cuaca yang mulai menyengat, kami berdua memutuskan untuk
pulang saja, ditambah lagi perut sudah mulai keroncongan.
Satu
hal yang saya sebal dari Borobudur ini, jalan keluarnya yang dibuat memutar
jauhhhhhhh sekali. Edan, ini jauh beneran. Posisi badan sudah lelah menemukan
gerbang keluar, kami diharuskan melewati pasarnya yang tak berujung, nggak
kalah jauuhhhh. Benar sih, supaya pengunjun bisa membeli barang-barang kesukaan
dan sekaligus langkah supaya perekonomian warga sekitar bisa terangkat. Namun,
yang bikin jalur memang tidak kira-kira, sih. Tak sedikit juga pengunjunng yang
mengeluh karena jalannya yang tak habis-habis. Padahal, seingat saya dulu tidak
sepanjang ini, deh. Semoga, pihak pengelola memperhatikan kenyamanan pengunjung
juga, ya!
Koridor pasar |
Oh
ya, pastikan kalian tidak merusak fasilitas di sana. Jangan membuang sampah
sembarangan, jangan mencoret-coret, jangan memanjat dinding candi. Mari, kita
bersama-sama menjaga salah satu warisan dunia sekaligus mahakarya terhebat ini.
Agar kelak generasi selanjutnya bisa menikati dan memahami bahwa
manusia-manusia hebat itu sudah ada dari zaman dahulu.
Salam
Hangat,
Angga
Tannaya
0 Response to "Berburu Sunrise Berkabut dari Atas Candi Borobudur"
Post a Comment