Berburu Sunrise Berkabut dari Atas Candi Borobudur



Siapa sih yang tidak kenal dengan Candi Buddha terbesar di dunia bernama Borobudur? Saya yakin tidak ada yang tak mengenalinya, walaupun mungkin belum pernah berkunjung, namun saya rasa ketika duduk di bangku sekolah, nama Borobudur selalu terselip di antara pelajaran-pelajaran yang menyebalkan menyenangkan. Ditambah lagi Borobudur merupakan salah satu keajaiban dunia. Bule saja banyak sekali yang menyempatkan diri untuk berkunjung, masa warga Indonesia sendiri tidak? Hehehe

Borobudur terletak di Kota Magelang, Jawa Tengah. Untuk kalian yang berpikir bahwa Borobudur itu ada di Yogyakarta, kalian salah besar. Bahkan, lokasinya saja berjauhan dengan Yogyakarta. Persepsi semacam ini saya rasa timbul karena beberapa trip yang berasal dari Yogyakarta, dan sekaligus mengenalkan destinasi andalan kota tersebut, namunnn sekalian mampir ke Borobudur yang mana memang berada di kota sebelah. Jadi, secara tidak langsung Borobudur masuk dalam “paket” perjalanan yang biasa diselenggarakan oleh beberapa pihak. Tapi, ya sudah, daripada mempermasalahkan persepsi itu, lebih baik kita mengapresiasi saja salah satu mahakarya terbaik yang ada di dunia ini. Betul?

Waktu terbaik berkunjung ke Borobudur



Bagi yang mengikuti blog ini, mungkin beberapa dari kalian tahu bahwa saya berasal dari kota kecil nan sejuk bernama Magelang. Jika dipaksa untuk menginat-ingat, saya sudah cukup sering berkunjung ke Borobudur, entah itu karena jalan-jalan maupun karena tugas kuliah. Saya pun pernah berkunjung sewaktu pagi, siang maupun sore, tapi entah mengapa saya tak pernah menemukan waktu yang pas untuk mengunjungi Borobudur. Jika pagi pengunjung terlalu ramai; siang terlalu panas; sore hari rawan hujan. Hingga akhirnya saya menemukan jawabannya, yaitu sewaktu pagi buta. Ya, memang pagi buta, pada waktu itu Borobudur tampak cantik menawan berselimut kabut tipis dan diterangi semburat kekuningan dari ufuk timur. Namun, usut punya usut, jika ingin menikmati sunrise dari puncaknya kita diwajibkan mengikuti semacam open trip yang mana memang diselenggarakan oleh pihak Hotel Manohara, ngomong-ngomong Hotel Manohara ini merupakan satu kawasan dengan Taman Wisata Candi Borobudur, atau gampangnya satu komplek. Dan yang pasti, biayanya mahaallll. Untuk saya mahasiswa pas-pasan yang lebih mengedepankan mode backpacker, tentu saja sayang mengeluarkan uang sebanyak itu.

Nah, sampai suatu ketika saya mendapatkan sebuah informasi berharga dari teman saya bahwa kita bisa menikmati Borobudur yang berselimut kabut dan tentunya sepi dengan cara masuk ketika loket pertama kali dibuka yaitu pukul 6 pagi. Pada jam tersebut biasanya memang kabut sedang senang sekali menari-nari, dan matahari masih terasa lembut, masih ada vibes matahari terbitnya, yaaa walaupun sudah cukup tinggi, sih. Tapi, tidak apa-apa bagi saya mah, yang penting ngirit euyyy. Hahaha

Singkat cerita, saya dan Agatha berangkat menuju Borobudur selepas subuh, sekitar pukul 5 pagi. Jika dianalisis, seharusnya kami sampai ke tujuan sebelum pukul 6 pagi karena jarak dari lokasi saya menuju Borobudur bisa dibilang tidak terlalu jauh. Benar saja, kami sampai sesuai prakiran saya sebelumnya. Tapi eh tapi, kok cukup ramai ya, perasaan ini weekday, deh. Ternyata, hari ini merupakan tanggal merah. Waduuhhh sudah terlanjur berekspektasi tinggi nih saya kalau tempat ini bakal sepi. Tapi ya sudah, mau bagaimana lagi.



Tiket masuk TWC Borobudur

Dulu terakhir kali saya berkunjung, tiket masuk menuju kawasan candi masih berkisar IDR 30.000,- namun ternyata harga tiketnya sekarang sudah naik setinggi Borobudur. Saya mengeluarkan uang sebesar IDR 80.000,- untuk 2 orang. Oh ya, kalau kalian mahasiswa dan ingin ngirit,  cobalah kunjungi Borobudur secara rombongan dan tunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa/Pelajar, dengan begitu tiket bisa dipotong sebesar 50%, lumayan kaannn. Hal tersebut berdasar pengalaman saya pribadi ketika menjalankan tugas kuliah bersama teman-teman saya. Tapi, saya bukanlah tipe orang yang senang berlibur secara rombongan besar seperti itu, kalau bukan karena kuliah mungkin saya lebih memilih untuk pergi dengan beberapa orang saja. Jadi, pastikan dulu tujuan kalian berkunjung itu untuk apa, menikmati suasana atau sekadar berlibur saja. Jangan sampai niat menenangkan dirimu malah kacau akibat banyaknya teman kalian ketika sampai di lokasi, kan repot.

Suasana Borobudur di kala pagi



Sampai di atas candi, saya benar-benar takjub dengan pemandangannya. Gila, ini yang saya cari sejak lama! Mengunjungi Borobudur di waktu dan dengan orang yang tepat. Keren banget memang salah satu keajaiban dunia ini. Pegunungan Menoreh tampak diselimuti kabut dan sinar matahari yang tampak sangat eksotis, tidak ada mendung sama sekali. Namun sayang sekali, waktu itu pengunjungnya cukup banyak, jadi memang harus ekstra untuk mencari spot foto yang tepat. Saya sama sekali tidak memperhitungkan kalau ternyata hari itu merupakan hari libur nasional.
Usai berfoto-foto kami berdua turun menuju dasar candi. Waktu itu ternyata hari sudah cukup siang dan pengunjung tampak lebih banyak sekaliiii. Karena saya keburu malas dengan cuaca yang mulai menyengat, kami berdua memutuskan untuk pulang saja, ditambah lagi perut sudah mulai keroncongan.

Satu hal yang saya sebal dari Borobudur ini, jalan keluarnya yang dibuat memutar jauhhhhhhh sekali. Edan, ini jauh beneran. Posisi badan sudah lelah menemukan gerbang keluar, kami diharuskan melewati pasarnya yang tak berujung, nggak kalah jauuhhhh. Benar sih, supaya pengunjun bisa membeli barang-barang kesukaan dan sekaligus langkah supaya perekonomian warga sekitar bisa terangkat. Namun, yang bikin jalur memang tidak kira-kira, sih. Tak sedikit juga pengunjunng yang mengeluh karena jalannya yang tak habis-habis. Padahal, seingat saya dulu tidak sepanjang ini, deh. Semoga, pihak pengelola memperhatikan kenyamanan pengunjung juga, ya!

Koridor pasar
Oh ya, pastikan kalian tidak merusak fasilitas di sana. Jangan membuang sampah sembarangan, jangan mencoret-coret, jangan memanjat dinding candi. Mari, kita bersama-sama menjaga salah satu warisan dunia sekaligus mahakarya terhebat ini. Agar kelak generasi selanjutnya bisa menikati dan memahami bahwa manusia-manusia hebat itu sudah ada dari zaman dahulu.


Salam Hangat,
Angga Tannaya


0 Response to "Berburu Sunrise Berkabut dari Atas Candi Borobudur"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel